Wawancara: Hiruk Pikuk Menghadapi Fase Quarter Life Crisis di Kalangan Fresh Graduate.

Friday, March 26, 2021 Desfindah 0 Comments

 



Pernahkah kalian merasa terombang-ambing dalam menentukan arah dan pilihan hidup? Misalnya saja seperti karier, pekerjaan, dan juga hubungan asmara. Di kepala mulai muncul pertanyaan-pertanyaan seperti "Kenapa saya belum mempunyai pencapaian hidup?", "Kenapa orang-orang sudah berada di titik itu sedangkan saya masih begini?", "Kenapa saya tidak memiliki kejelasan proyeksi hidup saya kedepan akan seperti apa?".

Mungkin ini adalah fase-fase yang menyebalkan dan fase ini disebut Quarter Life Crisis. Beberapa dari kita mungkin sudah tidak asing dengan istilah Quarter Life Crisis. Fenomena ini pasti dialami oleh setiap orang, termasuk kamu yang sedang membaca ini. Apakah sedang berada di fase tersebut?

Quarter Life Crisis atau krisis seperempat abad  yaitu  periode pencarian jati diri yang biasa terjadi di rentang usia 18-30 tahun. Kenapa disebut quarter atau sperempat? Quarter atau di usia 25 itu adalah rata-rata kebanyakan orang mengalami Quarter Life Crisis termasuk penulis sendiri. Hihihi

Biasanya, krisis ini ditandai dengan munculnya kebingungan serta kebimbangan akan kehidupan. Salah satunya disebabkan oleh banyaknya pilihan hidup yang harus dipilih. Lingkup sosial dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang aspek kehidupan seperti, karier, percintaan dll. Di fase ini, kita punya semacam beban moril untuk membalas jasa orang tua dan memenuhi ekspektasi orang lain. Yah seperti itulah. Galau or dilemma. Setelah itu munculah istilah overthinking, insecure, mental block dan kawan-kawannya. 

Di titik ini kita rentan galau karena bingung dengan posisi diri kita akan dibawa kemana alias KRISIS IDENTITAS. Namun hal ini adalah hal yang wajar dan akan terlewati.






Pada masa transisi atau emerging adulhood seperti lulus kuliah dan hendak mencari kerja misalnya. Banyak kalangan fresh graduate yang resah mencari pekerjaan atau sudah bekerja tapi tidak sesuai passion. Keadaan tersebut membuat diri menjadi ciut pluncut. Penyakit membanding-bandingkan diri kerap muncul di fase-fase ini. Melihat orang lain sudah settle, tinggal mempertahankan karir, sedangkan kita masih stuck dan mencari. Melihat postingan teman yang sedang di puncak karier, sudah menikah dll justru menjadi stressor dan mendatangkan emosi-emosi negatif buat kita. Ya gitu deh kalau membanding-bandingkan akan selalu ada terus ya objeknya :D

Seperti mulut tetangga, saudara, bahkan teman yang suka iseng bertanya:

“Kapan kerja?”, “Kok ngga kerja-kerja sih?” ,”Kok kerjanya ngga sesuai sih sama ijazahnya? Sayang dong ijazahnya”, “Kapan nikah, udah cocok loh usianya buat nikah?” Dan lain sebagainya yang menyebakan kita membatin saat mendengarnya Hahaha.

But this is a reality. Akan ada saja kita jumpai pertanyaan-pertaanyan seperti itu dalam kehidupan sehari-hari. Akan ada saja yang menggibahi, akan ada saja yang komplain tentang kita. Kita cuma manusia yang kadang benar dan kadang salah. Itulah pentingnya kita memiliki kontrol diri. Memenuhi ekspektasi orang lain terus yang ada bisa modar. Ngga perlu lah berusaha terlalu keras untuk menyadarkan diri sepenuhnya ke mereka buat menerima kita. We know exactly what we're doing guys.

Dulu saya pernah bertanya sama kakak tingkat kenapa beliau lulusnya lama sekali. Saat itu saya murni hanya bertanya dan sekadar ingin tahu. Bukan bermaksud menjatuhkan. Tapi beliau terlihat tidak senang dengan pertanyaan saya dan menjawab dengan ketus. “Aduh udalah”. Saya hanya bingung dan membatin “orang tanya doang sensi amat”.

Begitulah. Kita ngga tau apa yang dihadapi orang. Mungkin dia sedang stress, merasa malu, minder, atau tertinggal padahal sudah berusaha ini itu. Pertanyaan kita tadi justru menjadi stressor buat dia. Amannya ya lebih baik diam saja ya hehehe. Atau kalau kita punya perspektif lain, misalnya kita di posisi yang ditanya. Kita menganggap orang yang bertanya tidak punya informasi tentang keadaan kita. Ya, anggaplah dia cuma murni bertanya, tidak ada unsur lain alias positif thinking aja lah gaes. Nah dengan berfikir seperti itu kita justru terhindar dari emosi dan tidak menganggap yang demikian itu suatu bentuk pengucilan. Tapi jarang sih bisa seperti itu. .because "I'm just human, I have weaknesses, I make mistakes, and I experience ... bla bla bla ✌ Yah intinya belajar-belajarlah memiliki perspektif ganda seperti itu. (walau sullit✌)

Belajar dari sana ketika orang lain bertanya kenapa saya lulusnya lama, ya saya jawab aja sekenanya. Ngga perlu ngegas juga kan haha. Tapi kok ya agak bosan juga ya sama pertanyaan yg itu-itu aja hahaha. Mungkin dari situlah sumber gas itu datang. LOL

Jadi bagaimana tentang pencapaian-pencapaian kita tadi? Apakah kita bisa melewati fase ini? Sabar setiap orang punya waktunya.

Tempo hari saya berkesempatan untuk mewawancarai teman saya mengenai Quarter Life Crisis ini yang berikutnya akan kita singkat menjadi QLC. Narasumber adalah teman kuliah saya dulu sebut saja TR.

Berikut adalah hasil wawancara dengan narasumber.

Saya   : Langsung aja ya bro ga perlu basa basi nih hihi. Seperti yang sudah kita ketahui tentang QLC. Kalau dari sudut pandang kamu apa itu QLC?

TR       : QLC itu keresahan anak muda mencari jati dirinya sendiri yang mungkin tengah hilang atau belum ketemu, tapi tenang semuanya akan indah pada waktunya.

Saya   : Menenangkan sekali ya pada akhirnya hehe. Oh iya, kalau boleh tau keresahan apa yang kamu hadapi sekarang?

TR       : Sebagai seorang fresh graduate keresahan saya ya diseputar dunia mencari kerja. Para pengangguran tau lah rasanya. Eh job seeker ajalah ya bahasa halusnya hehe.  Saya sudah mencari kerja kesana kesini, tapi belum dapat sampai desperate banget. Pada akhirnya diterima, tapi ya gitu ngga sesuai sama passion saya. Hal tersebut menjadi keresahan baru untuk saya. Yaaa pada akhirnya resign dan berkelana lagi. Status saya jadi pengangguran, eh joob seeker lagi.

Saya   : Apakah kerja sesuai passion adalah hal wajib untuk saat ini?

TR       : Tergantung situasi sebenarnya. Kalau untuk saya sendiri kerja sesuai passion tentu sebuah privilege dan ga semua orang bisa dapatkan. Tapi saya akan terus mencoba. Lain cerita kalau keadaannya tidak memungkinkan. Contohnya seperti dorongan ekonomi, justru seharusnya tidak usah terlalu picky dalam mencari kerja asalkan income-nya sesuai. Dalam kata lain ya sambil-sambil mencari juga lah ya apa yang kita kejar itu.

Saya   : Oke benar sekali. Daripada tidak bekerja sama sekali. Selanjutnya selain keresahan dalam mencari kerja. Di masa-masa transisi seperti ini apa yang menjadi keresahan selanjutnya TR kalau boleh tau?

TR       : Saya lebih ke karier sih sebenarnya dan merasa stuck disitu. Ditambah lagi saya kuliah salah jurusan as you know lah, gimana saya saat kuliah dulu. Ini menjadi masalah saya juga dalam memperoleh pekerjaan. Kalau masalah percintaan, ceileee haha. Insyaallah saya sudah aman hati saya, jadi stress saya alhamdulillah tidak di ranah itu.

Saya: Wah alhamdulillah sekali ya, setidaknya masih ada sisi yang terbilang aman. Nah TR, dengan segala bentuk keresahan TR nih. Bagaimana cara kamu mengelola stress itu sendiri?

TR       : Cara mengelola stress ya hindari saja pemicunya. Seperti zaman sekarang nih, zamannya digital. Postingan orang-orang yang berseliweran di beranda. Ujung-ujungnya bikin insecure. Yaudah hindari saja hal tersebut. Puasa sosmed dulu, main yang lain dulu hehe. Banyak loh aplikasi yang lebih bermanfaat atau aktivitas yg bermanfaat. Lagipula jadi ngga kebuang waktu cuma melihat perkembangan orang lain.  Mending kembangin diri sendiri, gali potensi dll. Terus untuk mulut orang-orang yang kepo atau sok tau di lingkungan kita ya udah biarkan saja. Terkadang bukan cuma teman, tetangga, sodara, terkadang keluarga pun bisa toxic. Yaudah lah ya mau baik atau buruk pun akan selalu ada celah untuk dikomentarin kan? It will always been that way. Yang penting yang support kita masih ada. Kalau ngga ada ya udah support diri sendiri aja. Sedih banged sebenarnya bah hahahahah.  Tapi ya memang harus seperti itu.

Saya   : Mantaps. Btw thanks loh triknya. Oh iya ni TR, apa nih pesan yang mau disampaikan untuk kita semua yang berada di fase QLC?

TR   : Hidup itu cuma sekali. Jangan sia-siakan cuma karena  hal yang sebenarnya bisa kita lewatin. Tetap bangkit karena ngga selamanya kita begini. Enjoy our life, damai sama diri sendiri dan yakin kita bisa jalanin dan melewati masa-masa ini. We will be there. Yang kita sadari adalah semua orang punya waktunya masing-masing. Selama kita mengusahakan itu, pasti Allah akan memberikan jalan dan menghadiahkan sesuatu buat kita. Yakin dan semangat!❤❤☺

Saya   : Terimakasih atas semangat yang telah diberikan nihhh. Menenangkan sekali. Semangat buat kita semua ya para pejuang QLC. Yang sedang pencarian karier, finansial, percintaan semoga dimudahkan jalannya. Pada nantinya kita pasti akan melewati fase ini. Anggap saja ini sebagai proses pendewasaan diri. Terimaksih TR atas waktunya.

TR       : Welcome.

 

 

0 comments:

No Spam, No Flamming, No sara.

Powered by Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...